Analisis novel “
Salah
Asuhan” karya Abdul Muis
Hanafi
adalah pemuda pribumi asal Koto Anau, Solok. Sesungguhnya,ia termasuk orang
yang sangat beruntung dapat bersekolah di Betawi sampai
tamat HBS (Hoogere Burger School). Ibunya yang sudah janda,memang berusaha agar
anaknya kelak menjadi orang pandai, melebihis anak
saudaranya yang lain. Oleh karena itu, ia tidak segan-segan menitipkan Hanafi
pada keluarga Belanda walaupun untuk pembiayaannya ia harus meminta bantuan mamaknya, Sutan
Batuah. Setamat HBS, Hanafi kembali
ke Koto Anau, dan bekerja sebagai klerek di kantor Asisten ResidenSolok. Tak
lama kemudian, ia diangkat menjadi komis.Pendidikan dan pergaulan yang serba
Belanda, memungkinkanHanafi berhubungan erat dengan Corrie Du Busse, gadis
Indo-Prancis.Hanafi kini telah merasa bebas dari kungkungan tradisi dan adat
istiadat negerinya. Sikap, pemikiran, dan cara
hidupnya, juga sudah kebarat-baratan. Ketika Corrie datang ke Solok dalam
rangka mengisi liburansekolahnya, bukan main senangnya hati Hanafi. Ia dapat
berjumpa kembalidengan sahabat dekatnya.Hanafi mulai merasakan tumbuhnya
perasaan asmara. Sikap Corrieterhadapnya juga dianggap sebagai ’gayung bersambut kata berjawab.Maka, betapa terkejutnya Hanafi ketika
membaca surat dari Corrie. Corriemengingatkan bahwa perkawinan campuran bukan
hanya tidak lazim untukukurang waktu itu,
tetapi juga akan mendatangkan berbagai masalah.’’
Timur
tinggal Timur, Barat tinggal Barat, tak akan dapat ditimbuni jurang yang membasahi kedua
bahagian itu”Perasaan
Corri sendiri mengatakan lain. Namun,
mengingat dirinya yang Indo dan dengan
sendirinya perilaku dan sikap hidupnya juga berpihak pada kebudayaan Barat serta Hanafi yang pribumi, yang tidak
akan begitu sajam elepas
akar budaya leluhurnya.Dalam surat Corrie selanjutnya, ia meminta agar Hanafi
maumemutuskan pertalian hubungannya itu. Surat itu membuat Hanafi patah semangat. Kemudian, ia pun sakit. Ibunya
berusaha menghibur anak satu-satunya itu. Tak berapa lama, Hanafi sembuh dari
sakitnya. Di saat itu pulaibunya menyarankan agar Hanafi bersedia menikah
dengan Rapiah, anakmamaknya, Sutan Bartuah.
Ibunya menerangkan bahwa segala biaya selama ia
bersekolah di Betawi, tidak lain karena berkat uluran tangan mamaknya, Sutan
Bartuah. Hanafi dapat mengerti dan ia menerima Rapiah sebagai istrinya. Kehidupan rumah tangga Hanafi dan
Rapiah, rupanya tak berjalanlempang. Hanafi tidak merasa bahagia, sungguhpun
dari hasilperkawinannya dengan Rapiah, dikarunia seorang anak laki-laki,
Sjafei. Lagipula, semua teman-temannya menjauhi dirinya. Dalam anggapan Hanafi,penyebab semua itu tak lain adalah Rapiah. Rapiah
kemudian menjaditempat segala kemarahan Hanafi. Walupun diperlakukan
begitu oleh Hanafi,Rapiah tetap bersabar.Suatu
ketika, setelah mendamprat Rapiah, ia duduk termenung seorang diri di kebun.
Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha untuk menyadarkan kembali kelakuan anaknya
yang sudah kelewatan batas itu.Namun, Hanafi justru menanggapinya dengan cara
cemooh. Di saat yang sama,
tiba-tiba seekor anjing gila menggigit tangan Hanafi. Dokter segera memeriksa gigitan anjing
gila pada tangan Hanafi. Dokter
menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi. Anjuran dokter itu sangat menyenangkan hatinya. Sebab,
bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu sekaligus memberi kesempatan kepadanya untuk
bertemu kembali dengan Corrie. Suatu peristiwa yang sangat kebetulan
terjadi. Dalam suatu kecelakaan
yang dialami Corrie, Hanafi yang berada di Betawi, justru jadi penolong Corrie. Pertemuan itu sangat
menggembirakan keduanya. Corrie yang sudah ditinggal ayahnya, mulai menyadari bahwa
sebenarnya ia sangat
memerlukan seorang sahabat. Pertemuan itu telah membuat Hanafi mengambil suatu keputusan. Ia bermaksud
tetap tinggal di Betawi. Untuk itu,
ia telah pula mengurus kepindahan pekerjaannya. Setelah itu, iamengurus surat hak sebagai bangsa Eropa.
Dengan demikian, terbukalah jalan untuk segera menceraikan Rapiah,
sekaligus meluruskan jalan baginya untuk
mengawini Corrie.Semua rencana Hanafi berjalan lancar. Namun, kini justru
Corrie yang menghadapi berbagai
persoalan. Tekadnya untuk menikah dengan Hanafi mendapat
antipati dari teman-teman sebangsanya. Akhirnya, dengan caradiam-diam mereka
melangsungkan pernikahan.Sementara itu, Rapiah yang resmi dicerai lewat surat
yang dikirim Hanafi, tetap tinggal di Koto Anau, bersama anaknya, Syafei, dan ibuHanafi.Adapun
kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidaklah seindah yang mereka bayangkan. Teman-teman
mereka yang mengetahui perkawinan
itu, mulai menjauhi. Di satu pihak menganggap Hanafi besarkepala dan angkuh;
tidak menghargai bangsanya sediri. Di lain pihak, iamenganggap Corrie telah
menjauhkan diri dari pergaulan dan kehidupanBarat.
Jadi, keduanya tidak lagi mempunyai status yang jelas; tidak keBarat,
tidak juga ke Timur. Inilah awal malapetaka dalam kehidupan rumahtangga
mereka.Kehidupan rumah tangga mereka kini terasa bagai bara api nerakadunia. Corrie yang semula supel dan lincah, kini
menjadi nyonya yangpendiam. Kemudian Hanafi, kembali menjadi suami yang
kasar dan bengis.Bahkan, Hanafi selalu diliputi perasaan syak wasangka dan
curiga. Lebih-lebih lagi, Corrie sering dikunjungi Tante Lien, seorang
mucikari.Puncak bara api itu pun terjadi.
Tanpa diselidiki terlebih dahulu,Hanafi telah menuduh istrinya berbuat
serong. Tentu saja, Corrie tidak mau dituduh dan diperlakukan sekehendak hati suaminya. Maka,
dengan ketetapan
hati, Corrie minta diceraikan.”Sekarang
kita bercerai, buatseumur hidup.....Bagiku tidak menjadi kepentingan,
karena aku tidak sudi menjadi
istrimu lagi dan habis perkara” Setelah
itu, Corrie meninggalkan Betawi dan berangkat ke Semarang; Ia bekerja di sebuah panti asuhan.
Segala kejadian itu membuat Hanafi menyadari bahwa sebenarnya istrinya tidak bersalah. Ia
menyesal dan mencoba
menyusul Corrie. Namun, sia-sia. Corrie tetap pada pendiriannya.Perasaan
berdosa makin menambah beban penderitaan Hanafi. Ditambah lagi, teman-temanya makin menjauhinya. Hanafi dipandangsebagai
seorang suami yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Dalamkeadaan demikian,
barulah ia menyesal sejadi-jadinya. Ia juga ingat kepadaibu, istri, anaknya di
Koto Anau.
Akibat
tertekan batin yang berkelanjutan, Hanafi jatuh sakit. Pada saat itu datang seorang temannya yang
mengatakan tentang pandangan orang
terhadapnya. Ia sadar dan menyesal. Ia kembali bermaksud minta maaf
kepada Corrie dan mengajaknya rujuk kembali. Ia pergi ke Semarang.Namun
rupanya, pertemuannya dengan Corrie di Semarang merupakanpertemuan terakhir.
Corrie terserang penyakit kolera yang kronis. Sebelum menghembuskan nafasnya, Corrie bersedia
memaafkan keslahan Hanafi.Perasaan sesal dan
berdosa tetap membuat Hanafi sangat menderita.Batinnya goncang. Untuk menghilangkan
kenangannya kepada isteri yang sangat dicintainya itu,
Hanafi meninggalkan pulau Jawa kembali ke kampunghalamannya, Koto
Anau. Ternyata selama ia di Jawa jandanya Rapiah dananaknya tetap tinggal
bersama ibunya sebab ibunya sangat kasih kepadamereka. Tetapi sejak
kedatangannya, Rapiah dan Sjafei ditahan mamaknyadi Bonjol.Sadarlah ia, bahwa
kehadirannya hanya merusak hubungan ketigaorang itu saja. Setelah ditimbangnya
masak-masak, akhirnya diputuskannya bahwa
anaknya lebih berharga dari pada
dirinya sendiri. Dengan menelan 4butir sublimat, Hanafi pun mengakhiri
riwayatnya . . .Ibu Hanafi dan Rapiah
berjanji akan mendidik Sjafei dengan jalanyang sebaik-baiknya, agar
riwayat salah asusan jangan sampai terulang lagi.
Pertama Sjafei jangan sampai putus hubungannya dengan bangsanya sendiri. Kedua supaya pengajaran agama
diresapkan kepadanya sejak masakanak-kanaknya.***
Analisis
unsur intrinsik
Tema Cerita
Cerita
dalam novel ini bertemakan cinta anak manusia
yang bertentangan
dengan adat dan agama, cinta dua perempuan yang mencintai
seorang laki-laki dari sudut pandang yang berbeda. Akibatnya ketiga anak manusia ini jadi korban
perasaan. Dalam novel ini tergambar ambisi seorang laki-laki yang terlalu mencintai sesuatu dari
lahirnya saja. Tanpa berpikir lebih dewasa akibat
yang akan terjadi di kemudian hari. Dia mengorbankan dirinya,orang tuanya, keluarganya, bangsa dan
agamanya. Demikianlah tema yang dilukiskan.
Alur Cerita
Alur
cerita ini dilukiskan sangat luar biasa. Dari awal diceritakan pengalaman dan pengorbanan tokoh dan
sangat sulit dijangkau apa yang
akan terjadi antara bab dengan bab dalam cerita berikutnya,sehingga membuat
kita ingin membacanya lebih mendalam. Diceritakan mulai
dari masa kecil sampai dewasa, jadi alur cerita ini adalah alur maju.
Latar Cerita
Contoh latar tempat pada cerita ini
adalah Solok, Jakarta, Probolinggo,
Surabaya, Semarang, dsb. Contoh latar waktu pada cerita ini adalah ” waktu jam membunyikan pukul
satu’’ , tiga hari sesudah itu,tiga bulan sudah terlampau, dua tahun
sesudahnya, dsb.
Perwatakan Tokoh
Perwatakan
tokoh dalam cerita ini dapat dilihat dengan jelas, secara singkat dapat disimpulkan sebagai
berikut :
Hanafi
yang lupa diri akibat pengaruh kebarat-baratan akhirnya
sadar setelah mendapat ujian demi ujian.
Corrie
yang bimbang tapi berprinsip akhirnya menjadi korban kekerasan hatinya.
Rapiah
yang jadi korban dapat menerima keputusan dengan lapang
dada
Ibu
Hanafi yang sayang kepada anak, menantu, dan cucunya.Dan selalu bersikap bijaksana dan sabar menghadapi perilaku anaknya.
Gaya Bahasa
Gaya
bahasa yang dipakai didominasi oleh gaya bahasa hiperbola sarkasme dansinisme sehingga
suasana dalam cerita ini makin mengharukan
Amanat Cerita
Novel
ini menceritakan tentang percintaan dua insan yang berbeda kebangsaan dan seorang ibu yang salah
mengasuh anaknya sehingga anaknya
menjadi anak yang lupa diri, keras kepala, dan tidak bertanggung jawab. Ini merupakan peringatan bagi kita agar lebih mengerti arti kehidupan
yang sebenarnya. Sejalan dengan cerita pada novel
ini, beberapa amanat yang dapat ditarik oleh pembaca adalah sebagai berikut
:1.Jalani
hidup apa adanya sesuai nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
2.Patuhi
aturan-aturan yang ada dalam agama.
3.Jangan
memandang enteng pada orangtua
4.Setinggi apapun pendidikan kita, tetap
menghargai orang disekeliling kita.
5.Harus
pandai menimbang perasaan orang lain.
\
Analisis
Puisi “Doa”
PUISI DOA KARYA CHAIRIL ANWAR
Doa
Tuhanku
Dalam termenung
Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar
susah sungguh
Mengingat
Kau penuh seluruh
Caya-Mu
panas suci
Tinggal
kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku
tidak bisa berpaling
A. Analisis Struktural
a. Tema
Puisi ³Doa´ karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata bermaka ketuhanan. Kata `dua´ yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan SangPencipta. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah:Tuhanku, nama-Mu, mengingat Kau,caya-Mu, di pintu-Mu. Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungan dirinya yang menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan. Dari cara penyair memaparkan isi hatinya, puisi´Doa´sangat tepat bila digolongkan pada aliran ekspresionisme, yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan atau jiwanya.
Puisi ³Doa´ karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata bermaka ketuhanan. Kata `dua´ yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan SangPencipta. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah:Tuhanku, nama-Mu, mengingat Kau,caya-Mu, di pintu-Mu. Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungan dirinya yang menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan. Dari cara penyair memaparkan isi hatinya, puisi´Doa´sangat tepat bila digolongkan pada aliran ekspresionisme, yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan atau jiwanya.
Perhatikan
kutipan larik berikut :
(1)
Biar rusah sungguhMengingat Kau penuh seluruh
(2)
Aku hilang bentuk remuk
(3)
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling Puisi yang bertemakan ketuhanan ini memang mengungkapkan
dialog dirinya denganTuhan. Kata
`Tuhan´ yang disebutkan beberapa kali memperkuat bukti tersebut, seolah-olah
penyair sedang berbicara dengan Tuhan.
b) Nada dan Suasana
Nama berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan
(feeling) atau sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti
keadaan perasaan pembaca sebagai akibat pembacaan puisi.
Nada yang
berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya hubungan penyair dengan Tuhannya. Berhubungan
dengan pembaca, maka puisi `Doa´tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca
menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena
itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan.
Hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah pengembaraan di negeri `asing´.
Hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah pengembaraan di negeri `asing´.
c) Perasaan
Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam
puisi ´Doa´ gambaran perasaan
penyair adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan tersebut tergambar dari
diksi yang digunakan antara lain:
termenung, menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Aku tak bisa berpaling.
d)
Amanat
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ´Doa´ ini berisi
amanat kepada pembaca agar
menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Agar bisa melakukan
amanat tersebut, pembaca bisa merenung
(termenung) seperti yang dicontohkan penyair. Penyair juga mengingatkan pada
hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah ´pengembaraan di negeri asing´ yang suatu saat akan kembali
juga. Hal ini dipertegas penyair pada bait terakhir sebagai berikut:
Tuhanku,
Di
Pintu-Mu Aku mengetuk
Aku
tidak bisa berpaling
B.
Analisis Semiotik
Tuhanku
Dalam termangu
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Bait pertama puisi tersebut terdiri
atas tiga larik. Masing – masing larik tidak dapat disebut kalimat. Kunci utama
bait itu adalah kata termangu. Termangu dalam hal apa, kepada siapa, tentang
apa, dan banyak pertanyaan lain. Mungkin penyair ingin mengatakan bahwa di
dalam kegoyahan imannya kepada Tuhan, (termangu), isi masih menyebut nama Tuhan
(dalam doa – doanya).
Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh. Bait kedua dengan kata kunci susah.
Susah dalam hal apa? Tentang apa? Karena apa? Ditafsirkan bahwa penyair sangat
sulit berkonsentrasi dalam doa untuk berkomunikasi kepada Tuhan secara total
(penuh seluruh). Dalam kegoncangan iman, kesulitan berkonsentrasi untuk “dialog” dengan
Tuhan memang dimungkinkan. Caya-Mu
panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Bait ketiga kata kuncinya adalah
Cahaya lilin ini mewakili cahaya yang sangat penting untuk menerangi kegelapan
malam, atau mewakili cahaya yang rapuh dalam kegelapan malam. Mungkin penyair bermaksud
untuk menyatakan bahwa cahaya
iman dari Tuhan tinggal cahaya kecil di lubuk hati penyair yang siap padam
(karena kegoncangan iman).
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Bait keempat Chairil sadar bahwa akibat dosanya itu ia seakan merasa bahwa ia sudah hilang bentuk dan remuk. Ia tak mengenali dirinya lagi. Aku mengembara di negeri asing
Bait kelima Chairil melalui aku lirik, mengenang perbuatannya itu. Asing, karena apa yang dikerjakannya itu bertentangan dengan apa yang sudah diperintahkan Tuhannya. Di pintuMu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling. Bait keenam memang seperti kita ketahui selama hidupnya, Chairil Anwar dikenal sebagai seorang sastrawan yang bohemian. Artinya, hidupnya terkesan hura-hura. Sehingga dari kehidupannya itu ia merasa bahwa ia telah melakukan kesalahan yang membuat ia merasa jauh dari Tuhannya.
Bait keempat Chairil sadar bahwa akibat dosanya itu ia seakan merasa bahwa ia sudah hilang bentuk dan remuk. Ia tak mengenali dirinya lagi. Aku mengembara di negeri asing
Bait kelima Chairil melalui aku lirik, mengenang perbuatannya itu. Asing, karena apa yang dikerjakannya itu bertentangan dengan apa yang sudah diperintahkan Tuhannya. Di pintuMu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling. Bait keenam memang seperti kita ketahui selama hidupnya, Chairil Anwar dikenal sebagai seorang sastrawan yang bohemian. Artinya, hidupnya terkesan hura-hura. Sehingga dari kehidupannya itu ia merasa bahwa ia telah melakukan kesalahan yang membuat ia merasa jauh dari Tuhannya.
Secara semiotik, dalam sajak ini
dikontraskan bunyi vokal u yang dominan dengan bunyi i yang juga berturut –
turut. Bunyi u ini memberi tanda kekhusukan dan kesungguh – sungguhan, sedang
dalam kekhusukan itu terermin rasa keterasingan dan keterpencilan si aku:
‘cayaMu…suci / tinggal kerdip lilin di kelam sunyi; aku mengembara di negeri asing;
aku tidak bisa berpaling’. Pengulangan
kata ‘Tuhanku’ yang berupa penyebutan atau seruan yang berulang – ulang ( empat
kali ) dalam sajak itu sesuai dengan sifat sajak itu sebagai doa. Dalam doa
biasa orang menyeru Tuhan berkali – kali. Namun dalam sajak “Doa” ini penyeruan
Tuhan yang berkali – kali itu dapat memperkuat efek kebingungan si aku, bahkan
menunjukkan keputusannya.
Dalam sajak “Doa” tampak adanya pertentangan – pertentangan,
seperti keraguandan kepercayaan, seperti telah terurai di atas. Hal ini secara
semiotik tergambardalam penggunaan bahasanya: pemilihan kata serta bunyinya.
Hal ini tampak jelas pertentangan suasana dan arti dalam bait kedua yang
menyatakan kepenuhan Tuhan dipertentangkan dengan bait ketiga yang mengandung
arti dan suasana kecil: ‘Biar susah sungguh / mengingat Kau penuh seluruh’
dipertentangkan dengan: ‘tinggal kerdip lilin di kelam sunyi’. Persajakan
bentuk pun ( pilihan kata dan bunyi ) untuk mempertentangkan arti dan suasana:
Aku hilang bentuk / remuk
Aku mengembara di negeri asing Dipertentangkan dengan: Di pintuMu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling Karena ‘aku hilang bentuk – remuk’
maka ‘aku mengetuk’ pintu Tuhan; dan karena ‘aku di negeri asing’ maka aku tidak bisa
berpaling’ dari Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar