Jumat, 15 Juni 2012

KUALITATIF

             Kualitatif  dan Kuantitatif

Penelitian kualitatif dan kuantitatif sering diartikan secara salah sebagai masalah ada atau tidaknya statistik, ekonometrika, atau matematika sebagai alat. Penggunaan kata kualitatif dan kuantitatif mungkin turut berperan dalam kesalahkaprahan tersebut. Kenyataannya tidak sesederhana itu. Perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif berawal dari perbedaan mendasar pada paradigma maupun filosofi dasar yang melandasinya.
Perbedaan paradigma dan filosofi dasar tersebut seringkali tidak disadari oleh para peneliti yang menganut masing-masing aliran, baik kualitatif maupun kuantitatif.  Sebagai akibatnya, seringkali debat antara para peneliti kualitatif dan kuantitatif tidak menyentuh esensi tetapi lebih pada atribut di permukaan. Sebagai contoh, para penganut aliran kuantitatif sering “menuduh” penganut aliran kualitatif tidak dapat menunjukkan validitas, reliabilitas, obyektivitas, maupun generalisasi hasil penelitian (Crotty 1998; Miles & Huberman 1994). Di sisi lain, peneliti kualitatif “menyerang” peneliti kuantitatif dengan keengganan mereka untuk berinteraksi dengan obyek penelitian dan kedangkalan analisa.
Salah kaprah tidak hanya berhenti sampai di sana. Sering kali kita menjumpai kesalahkaprahan tersebut menyebabkan tercampur aduknya metode, metodologi, alat, perspektif teoritis, dan epistemologi. Tidak jarang dijumpai pemaknaan istilah ethnography, symbolic interactionism, constructivist, dan lainnya menjadi kabur. Posting ini ditulis untuk menjernihkan kesalahkaprahan tersebut dan menempatkan perspektif yang jelas akan perbedaan antara penelitian kualitatif dengan kuantitatif sehingga debat berkepanjangan yang tidak perlu tidak terjadi.
1.    Pengertian Dasar
Sebelum membahas penelitian kualitatif dan kuantitatif, terlebih dahulu kita harus mengerti beberapa istilah dasar. Setiap kali memulai suatu penelitian (mungkin dalam proses penyusunan  proposal) peneliti dihadapkan pada pertanyaan mengenai metodologi dan metode yang akan digunakan. Selanjutnya kita juga dihadapkan pada bagaimana meyakinkan (justifikasi) pilihan metodologi dan metode kita merupakan pilihan yang paling tepat. Lebih mendalam lagi, pilihan metodologi dan metode penelitian yang kita gunakan merupakan perwujudan asumsi dasar yang kita gunakan, dengan kata lain merupakan perwujudan perspektif teoritis yang kita anut.  Penelusuran lebih mendalam lagi akan menyentuh sisi epistemologis yang kita anut.
Epistemologi adalah teori mengenai pengetahuan yang terkandung dalam perspektif teoritis dan dengan sendirinya dalam metodologi (Ambert et al. 1995; Blaikie 2000). Ada beberapa epistemologi yang berbeda yaitu Objectivism, Constructionism, Subjectivism, dan beberapa variannya (Crotty 1998).
Perspektif teoritis adalah landasan filosofis yang membentuk metodologi dan dengan demikian memberikan konteks untuk proses dan dasar logika dan kriteria (Crotty 1998; Guba & Lincoln 1994).
Metodologi adalah strategi, rencana, proses, atau rancangan yang berada di balik pilihan dan penggunaan metode tertentu dan menghubungkan pilihan dan penggunaan metode untuk mencapai hasil penelitian yang diinginkan (Creswell 2003; Leedy & Ormrod 2005).
Metode adalah teknik atau prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian atau hipotesis (Leedy & Ormrod 2005; Patton 2001).
Bagian berikut ini akan membahas pengertian dasar epistemologi dan perspektif teoritis.
1.1.  Epistemologi
Epistemologi berkaitan dengan sifat suatu pengetahuan (Crotty 1998; Hamlyn 1995). Lebih jelasnya, epistemologi berkaitan dengan filosofi dasar untuk memilih pengetahuan seperti apa yang mungkin diciptakan dan bagaimana memastikan pengetahuan tersebut memadai dan sahih (Hamlyn 1995; Maynard 1994). Sebagai peneliti, epistemologi yang kita adopsi menjadi penting untuk mendeskripsikan metodologi yang kita gunakan.
Ada beberapa epistomologi, misalnya objectivism. Objectivism beranggapan bahwa makna, pengertian, dan realitas ada dan terpisah dari kesadaran manusia. Makna dan realita tetap ada  meskipun manusia tidak menyadarinya (Guba & Lincoln 1994). Manusia hanyalah menemukan adanya makna atas realita tersebut. Sebagai contoh, emas yang terkandung di dalam tanah tetaplah emas. Emas tersebut mengandung makna intrinsik sebagai emas. Ketika manusia menemukan emas tersebut dan mengenalinya sebagai emas, maka manusia hanya menemukan makna emas tersebut. Makna emas tersebut diam dan menunggu untuk ditemukan. Epistomologi objectivism ini yang kebanyakan dianut oleh peneliti kuantitatif.
Epistemologi constructionism memiliki pandangan yang berbeda.  Makna dan realita adalah hasil konstruksi pemikian manusia (makanya diberi nama constructionism) dan tidak ada makna atau realita yang menunggu untuk ditemukan manusia seperti halnya objectivism (Crotty 1998). Suatu hal yang sama akan dimaknai secara berbeda oleh orang yang berbeda. Hal ini dapat menjelaskan perbedaan budaya, cara pandang, dan perilaku manusia meski dihadapkan pada hal yang sama. Epistemologi constructionism ini yang kebanyakan dianut oleh peneliti kualitatif.
Dengan melihat perbedaan epistemologi tersebut, dapat dipahami perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Peneliti kuantitatif berusaha menemukan makna yang tersembunyi dalam fenomena yang ditelitinya. Validitas, relaibilitas, dan obyektifitas menjadi penting karena dengan demikian peneliti dapat menemukan maknya yang tersembunyi. Generalisasi hasil penelitian juga merupakan atribut  penting penelitian kuantitatif karena makna suatu hal adalah universal dan akan bias diterima siapa saja. Sebaiknya, peneliti kualitatif bergelut dengan pemaknaan suatu fenomena secara berbeda oleh orang yang berbeda. Suatu realita menjadi memiliki makna yang berbeda-beda dan dengan demikian menjadi kompleks. Peneliti kualitatif berusaha memahami dan menangkap kompleksitas tersebut.
1.2.   Perspektif Teoritis
Dalam memilih metodologi penelitian yang kita gunakan, secara sadar ataupun tidak, kita membawa asumsi dasar. Sebagai peneliti, kita harus berupaya untuk menyadari dan mendeskripsikan asumsi-asumsi tersebut. Asumsi dasar tersebut akan nampak dalam metodologi yang kita gunakan.
Perspektif teoritis berkaitan dengan cara pandang terhadap dunia dan kehidupan dalam dunia tersebut (Creswell 2003; Crotty 1998; Jacob 1998). Nama lain dari perspektif adalah paradigma penelitian (Campbell 2007). Ada beberapa perspektif teoritis yang biasa digunakan, antara lain positivism, interpretivism, critical inquiry, feminism, postmoderninsm, dan lain-lain (Crotty 1998; Saunders, Lewis & Thornhill 2007). Penelitian kuantitatif biasanya menggunakan perspektif teoritis positivism sedangkan penelitian kualitatif menggunakan interpretivism.
Positivism dipopulerkan oleh Auguste Comte. Positivism menganggap pengetahuan yang autentik adalah pengetahuan yang telah melalui pengujian dengan metodologi ilmiah. Akar positivism dapat ditelusuri mulai dari masa pencerahan (Enlightement) dengan munculnya metode ilmiah sebagai tradisi penelitian. Untuk bidang bisnis dan sistem informasi di Indonesia, paham inilah yang banyak dianut. Metode ilmiah bahkan sudah mulai diperkenalkan semenjak tingkat SMP[1]. Berbagai metodeologi penelitian kuantitatif menampakkan metode ilmiah yang kuat dalam proses penelitian, dimulai dari perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengumpulan data, pengujian hipotesis, sampai dengan kesimpulan.
Interpretivism pada dasarnya menganggap bahwa semua pengetahuan adalah masalah interpretasi, orang yang berbeda akan menginterpretasikan sesuatu secara berbeda pula. Dalam aliran interpretivism terdapat beberapa pendekatan, yaitu symbolic interactionism, phenomenology, dan hemerneutics (Crotty 1998). Interpretivism akan dibahas secara lebih mendalam pada bab 2.
Dengan melihat epistemologi dan perspektif teoritis yang berbeda antara penelitian kualitatif dan kuantitatif, maka dapat dipahami mengapa kedua pendekatan penelitian tersebut berbeda dalam banyak hal.  Pada bagian selanjutnya akan dibahas perbedaan tersebut secara lebih terinci. Pembahasan akan diteruskan dengan validitas dan reliabilitas serta diakhiri dengan pertimbangan pemilihan metodologi dan sistematika pembahasan dalam buku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar